1.
Perkembangan
Moral
Pengertian
Perkembangan Moral Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai pengertian dari
perkembangan moral akan lebih baik kita terlebih dahulu memahami satu persatu
suku katanya, kata pertama yaitu mengenai perkembangan dan kata kedua yaitu
moral, agar pemahaman kita mengenai pengertian perkembangan moral bisa lebih
optimal.
a.
Pengertian Perkembangan
Karena
kata perkembangan sangat penting sehingga banyak para ahli ikut berkontribusi
dalam mengartikan kata perkembangan, antara lain:
Seifert & Hoffnung (1994)
Perkembangan adalah “long-term changes in a person’s growth, feelings, pettens
of thinking, social relationship, and motor skills”. Reni Akbar Hawadi (2001)
Perkembanga secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi
yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri
yang baru.
b.
Pengertian Moral
Secara etimologi istilah moral berasal
dari bahasa Latin mos, moris (adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku,
kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak) Banyak ahli
menyumbangkan pemikirannya untuk mengartikan kata moral secara terminologi.
Dagobert D. Runes Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang baik sebagai “kewajiban” atau “norma”. Helden (1977) dan
Richards (1971) Moral adalah suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan
tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa
kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Atkinson (1969) Moral
merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan
tidak dapat dilakukan Perilaku tak bermoral ialah perilaku yang tidak sesuai
dengan harapan yang sesuai dengan harapan sosial yang disebabkan dengan
ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib
menyesuaikan diri.sementara itu perilaku amoral atau nonmoral adalah perilaku
yang tidak sesuai dengan harapan sosial, akan tetapi hal itu lebih disebabkan
oleh ketidak acuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja
terhadap standar kelompok.
c.
Pengertian Perkembangan Moral
Setelah
kita mengetahui arti dari kedua suku kata yaitu perkembangan dan moral maka
selanjutnya yaitu kita muali memahami arti dari gamungan dua kata tersebut
“Perkembangan Moral” Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan
yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral
adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan
dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam
kelompok sosial.
Tingkah
laku yang bermoral merupakan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata
cara/adat yang terdapat dalam kelompok atau masyarakat. Nilai-nilai moral
tersebut tidak sama tergantung dari faktor kebudayaan setempat. Nilai moral
merupakan sesuatu yang bukan diperoleh dari lahir melainkan dari luar.
d.
Perkembangan Moral Menurut Beberapa
Pakar
Usia Sekolah Dasar merupakan
tahun-tahun imajinasi atau keajaiban bagi anak. Berikut ini pendapat para ahli
tentang perkembangan moral, yaitu :
·
Menurut
Piaget
Anak usia 5 tahun masih menilai benar dan salah secara kaku,
disebut tahap moralitas heteronomous (heteronomous morality). Pada usia sekitar
11 tahun, proses berpikirnya sudah mulai berkembang sehingga penilaian benar
dan salah menjadi relatif.
·
Menurut
Kohlberg
Tingkat pertama, anak mengikuti semua peraturan yang telah
ditentukan dengan harapan dapat mengambil hati orang lain dan dapat diterima
dalam kelompok (moralitas anak baik).
Tahap kedua, anak menyesuaikan diri pada aturan-aturan yang
ada dalam kelompok dan disepakati bersama oleh kelompok tersebut (moralitas konvensional
atau moralitas dari aturan-aturan).
e.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi moral, antara lain :
·
Lingkungan
rumah
·
Lingkungan
sekolah
·
Teman
sebaya dan aktivitas
·
Intelegensi
dan jenis kelamin
2.
Teori
Psikoanalisa tentang Perkembangan Moral
Teori-teori
perkembangan moral
a.
Teori Psikoanalisa
·
Perkembangan moral adalah proses
internalisasi norma-norma masyarakat dan kematangan organic biologic.
·
Seseorang telah mengembangkan aspek
moral bila telah menginternalisasikan aturan-aturan atau kaidah-kaidah
kehidupan di dalam masyarakat dan dapat mengaktualisasikan dalam perilaku yang
terus-menerus atau dengan kata lain telah menetap.
·
Menurut teori psikoanalisa perkembangan
moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan sebagai
kematangan dari sudut organic biologic.
b.
Menurut teori psikologi belajar
Perkembangan
moral dipandang sebagai hasil rangkaian stimulus respons yang dipelajari oleh
anak, antara lain berupa hukuman dan hadiah yang sering dialami oleh anak.
c.
Konsep teori belajar dan psikoanalisa
Konsep
ke dua teori, tentang proses perkembangan moral adalah bahwa seseorang telah
mengalami perkembangan moral apabila ia memperlihatkan adanya perilaku yang
sesuai dengan aturan-aturan yang ada didalam masyarakatnya. Dengan kata lain
perkembangan moral berkorelasi dengan kemampuan penyesuaian diri individu.
d.
Menurut Piaget dan Kohlberg
Menurut
mereka perkembangan moral berkorelasi dengan perkembangan kecerdasan individu,
sehingga seharusnya bila perkebangan kecerdasan telah mencapai kematangan, maka
perkembangan moral juga harus mencapai tingkat kematangan.
3.
Perkembangan
Spritual (Agama)
Spiritual adalah suatu ragam konsep
kesadaran individu akan makna hidup, yang memungkinkan individu berpikir secara
kontekstual dan transformatif sehingga kita merasa sebagai satu pribadi yang
utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan sepiritual
merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup,
serta memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan
makna baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu
menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri
secara bertanggungjawab dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta
memungkinkan menciptakan secara kreatif karya-karya baru.. Sedngkan ingersol
dalam Desmita (2009:264) menyatakan, spiritualitas sebagai wujud karakter
spiritual, kualitas atau sifat dasar dan upaya dalam berhubungan atau bersatu
dengan tuhan.
Sehingga
dapat diartikan bahwa, kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi
memandang bahwa seseorang yang beragama belum tentu memiliki kecerdasan
spiritual. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis
memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif,
setuju dalam perbedaan (agree in disagreement), dan penuh toleran. Hal
itu menunjukkan bahwa makna "spirituality" (keruhanian) disini tidak
selalu berarti agama atau bertuhan. Sehingga dari kuti-kutipan diatas penulis
memilih judul proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik karena,
proses merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana sangat menentukan hasil
atau pencaapain puncak dan akhirnya.
·
Proses
Perkembangan Spiritual Peserta Didik
Teori Fowler dalam Desmita
(2009:279) mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat
berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang
dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah :
a.
Tahap prima
faith. Tahap keprcayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai
dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh
dari pengalaman relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang
diritualisasikan dalam interaksi antara anak dan pengasuhnya.
b.
Tahap intuitive-projective,
yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini kepercayaan anak bersifat
peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil
pengajaran dan contoh-contoh signivikan dari orang dewasa, anak kemudian
berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian seponten
serta gambaran intuitif dan proyektifnya pada ilahi.
c.
Tahap mythic-literal
faith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap
kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi
masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi,
orangtua atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memerhatikan secara
konsekuen, tegas dan jika perlu tegas.
d.
Tahap synthetic-conventional
faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme
dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem
kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun
kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan
remaja melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga
keagamaan resmi kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai
pengalaman bersatu dengan yang transenden melalui symbol dan upacara keagamaan
yang dianggap sacral. Symbol-simbol identik kedalaman arti itu sendiri. Allah
dipandang sebagai “pribadi lain” yang berperan penting dalam kehidupan mereka.
Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang paling intim, yang tanpa
syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat dengan dirinya
sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen dalam diri
remaja terhadap sang khalik.
e.
Tahap
individuative- reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada
masa dewasa awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan
tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal
pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut
Fowler dalam Desmita (2009:280) pada tahap ini ditandai dengan :
·
Adanya kesadaran terhadap relativitas
pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu mengambil jarak kritis
terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.
·
Mengabaikan
kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnya “ego eksekutif”
sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan
membantunya membentuk identitas diri.
f.
Tahap Conjunctive-faith,
disebut juga paradoxical-consolidation faith,yang dimulai pada usia
30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan
terintegrasi dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam
tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang
paradoks dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan
pembatasan seseorang.
g.
Tahap universalizing
faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini
ditandai dengan munculnya sisitem kepercayaan transcendental untuk mencapai
perasaan ketuhanan, serta adanya desentransasi diri dan pengosongan diri.
Pristiwa-prisiwa konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks,
sebaliknya, pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal.
Dalam proses pencarian kebenara ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran
dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan
perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan
universal yang paling lua.
Menurut Zakiah Darajat (dalam
Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh
pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap.
Agama merupakan pengarah dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari.
Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu : 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran)
Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu : 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran)
Metode yang digunakan dalam pembelajaran harus berkaitan
erat dengan dimensi perkembangan motorik, bahasa, sosial, emosional maupun
intelegensi siswa. Untuk kelas rendah dapat menggunakan metode bercerita,
bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian tugas. Untuk kelas tinggi
dapat menggunakan metode ceramah, bercerita, diskusi, tanya jawab, pemberian
tugas atau metode lainnya yang sesuai dengan perkembangan siswa.
Beberapa
metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran di SD, antara lain:
a.
Metode
Bercerita
b.
Metode
Bermain
c.
Metode
Karyawisata
d.
Metode
Demonstrasi
e.
Metode
Pemberian Tugas
f.
Metode
Diskusi dan Tanya Jawab.
4.
Karakeristik
Perkembangan Spiritualis Peserta Didik
a.
Karakteristik
perkembangan spiritualitas anak usia sekolah
Tahap mythic-literal faith, yang dimulai
usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita (2009:281), berpendapat bahwa
tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir
secara logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori baru. Pada tahap ini
anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan
secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif.
Sebagai
anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka anak
usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi
secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai
konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang
bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu
satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana, mulai dapat di pahami secara
abstrak.
b.
Karakteristik
perkembangan spiritualitas remaja
Dibandingkan
dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama remaja telah
mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak
ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan
sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin
berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan
eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi
oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab
itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua
mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam
perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran
keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita
(2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab
secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan
orang lain yang berarti baginya(significant others) dan dengan
mayoritas lainya.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan. Sikap keagamaan
bersifat reseptif disertai dengan pengertian
a.
Pandangan
dan paham ketuhanan diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah
logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari
keagungan-Nya.
b.
Penghayatan
secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai
keharusan moral.
c.
Periode usia
sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan
periode sebelumnya.
5.
Implikasi
Perkembangan Moral dan Spiritual terhadap Pendidikan
Untuk mengembangkan moral dan
spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga mereka dapat
menjadi manusia yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh
menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan
pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata.
Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang
dapat membekali manusianya agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat
(Elmubarok,2008:30).
Strategi yang mungkin dilakukan guru
di sekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik yaitu
sebagai berikut :
a.
Memberikan
pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi
sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan.
b.
Memberikan
pendidikan moral secara langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan pada
nilai dan juga sifat selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai
dan sifat-sifat tersebut ke dalam kurikulum.
c.
Memberikan
pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan
pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk
memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk
di cari.
d.
Menjadikan
wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya
sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari
pengalaman keberagamaan.
e.
Membantu
peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatanspiritual
paranting,seperti:
1.
Memupuk
hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.
2.
Menanyakan
kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.
3.
Memberikan
kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita meminta.
4.
Menyuruh
anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan
bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka
mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka
tidak melihat apapun (Desmita,2009:287).
terima kasih sudah sangat membantu.....
BalasHapusits ok
BalasHapusTerimakasih.... Ini sangat membantu saya
BalasHapusTerimakasih,materinya lengkap
BalasHapusAda daftar pustaka nya nggak?
BalasHapusSands Casino & Resort
BalasHapusLas Vegas Sands 바카라 casino resort Located on the Las Vegas Strip, Sands Casino & Resort is 샌즈카지노 your premier casino 메리트 카지노 고객센터 experience. Book your room or suite today. Rating: 4.1 · 4,539 votes